kali ini menceritakan pengalaman Sex
dari seorang Pria bernama Edi (nama samaran) dengan seorang Pramugari.
Kisah ini berawal dari perkenalan Edi dan Wina di pesawat, yang
kebetulan mereka berdua satu bangku. Singkat cerita pada saat itu
merakpun menjadi akrab, dan terjadilah hubungan sex antara Wina dan Edi
di salah satu hotel berbintang. Mau tahu kelanjutan ceritanya, Langsung
aja yuk baca dan simak baik baik cerita dewasa ini.
Sebut saja nama saya Edi, aku akan menceritakan cerita sex-ku dengan
seorang pramugari. Kisah ini berawal dari perkenalanku dengan Wina (nama
samaran), dia adalah seorang pramugari di suatu perusahaan penerbangan
nasional. Kejadian ini terjadi saat aku dalam perjalanan panjang dari
Jakarta menuju Jayapura. Saat itu tengah malam, aku berusaha keras untuk
sekedar memejamkan mata, beristirahat sejenak menghilangkan kantuk agar
bisa melaksanakan tugas kantorku sesampainya di kota tujuan. Kursi
empuk berlapis kulit di kelas bisnis tidak mampu memberikan kenyamanan
yang kubutuhkan.
By www.premier188.com
JUDI ONLINE TERPERCAYA
MENANG BERAPA PUN KAMI PASTI BAYAR
PROMO s/d akhir JUNI
FIRST DEPOSIT DAPAT TAMBAHAN KREDIT 15%
CASHBACK 6%
ROLLINGAN 0,25X3
ROLLINGAN CASINO 0,7%
MEMBER GET MEMBER 5%
Syarat dan ketentuan belaku
info lebih lanjut
BBM : D8A4BF4A
WA : +639772793847
LINE : premier188
YM : premier188@yahoo.com
Walau bagaimanapun, kursi itu dirancang sebagai tempat duduk, bukan
tempat untuk berbaring dan tidur. Baru akan terlelap, ketika kurasakan
guncangan lembut di kursiku. Seseorang duduk menghempaskan dirinya ke
kursi kosong di sebelahku. Dengan agak kesal, kubuka mataku dan berniat
untuk menegurnya. Pandanganku terpaku pada sesosok wajah cantik menarik,
dengan matanya yang walaupun terlihat mengantuk, tetap bening dan
indah. Seulas senyum terlihat di bibir mungil yang merah, yang kemudian
berkata perlahan,
“ Maafkan saya Bapak, karena telah mengganggu tidur Bapak … “
Sambil tetap memandang dan mengagumi kecantikannya, aku berkata,
“ Ah, tidak apa-apa. Saya belum tidur kok, “
Kemudian kami bersalaman, lalu kudengar ia menyebutkan namanya, yaitu
bernama Wina, Hilang sudah kantukku. Terlebih lagi setelah kutahu bahwa
Wina adalah sosok wanita yang menyenangkan sebagai teman ngobrol. Ia
bercerita tentang suka dukanya sebagai pramugari udara. Tangan dan
jarinya yang lentik seakan menari-nari di udara, mengekspresikan
ceritanya. Sesekali ia menyentuh tanganku, dan tidak sungkan untuk
mencubitku bila kuganggu.
Diam-diam kupandangi dan kuperhatikan seluruh bagian tubuhnya. Tingginya
kuperkirakan sekitar 167 cm, langsing dan sangat proporsional. Wina
memiliki tungkai kaki yang indah sempurna. Kulitnya yang putih kontras
sekali dengan seragam warna birunya. Buah dadanya tidak terlalu besar,
tetapi terlihat kencang menantang. Membayangkan dirinya telentang
telanjang di tempat tidur, membuat Penisku bangkit, membesar dan keras.
Pikiran kotorku melayang jauh.
Kebersamaan kami terganggu oleh suara Kapten Pilot yang memberitahukan
bahwa pesawat akan mendarat di Biak, untuk mengisi bahan bakar dan
pergantian awak kabin. Setelah bersalaman dan sedikit basa basi, Wina
menghilang di balik tirai. Aku melanjutkan istirahatku, sampai kemudian
dibangunkan oleh pramugari udara lain, yang menawarkan sarapan pagi.
Hari-hari selanjutnya di ibukota propinsi paling timur Indonesia itu,
disibukkan oleh tugasku sebagai Petugas Sosialisasi salah satu program
pemerintah. Sebagai utusan Pusat , aku sering diperlakukan seakan tamu
agung, yang perlu dihibur dan dipenuhi segala kebutuhannya. Aku
ditempatkan di hotel A yang merupakan hotel terbaik di kota itu.
Beberapa tawaran untuk menyediakan teman tidur kutolak secara halus.
Aku takut tertular penyakit.
Waktu luang di luar tugas kuhabiskan dengan berjalan kaki keliling kota.
Suatu kebiasaan yang selalu kulakukan dalam setiap perjalanan, untuk
lebih mengenal daerah baru. Kota Jayapura berada langsung di tepi laut
berair tenang. Pada malam hari, di sepanjang tepi pantai dapat ditemui
warung-warung yang menjual masakan laut, yang langsung digoreng atau
dibakar di tempat. Nikmat sekali. Disanalah biasanya kuhabiskan malamku.
Di sana pula pada suatu malam, aku kembali bertemu dengan Wina yang
sedang tidak bertugas, bersama dengan 2 teman seprofesi. Wina langsung
menawarkan untuk bergabung, begitu melihatku datang. Sungguh
menyenangkan berada di antara 3 gadis cantik, walau dapat kupastikan
bahwa kantongku akan terkuras untuk mentraktir mereka semua.
Panggilan Bapak sewaktu di pesawat, berubah menjadi Mas hingga membuat
malam itu semakin akrab dan hangat. Dari pembicaraan, kutahu bahwa
mereka bertiga menginap di hotel yang sama denganku. Selesai makan, kami
berpisah. Di luar dugaan, Wina ingin ikut denganku menikmati malam
sambil berjalan kaki.
Satu permintaan yang sangat sulit ditolak.
Kamipun berjalan perlahan sambil saling bertukar cerita dan
bercanda.Angin pantai membuat Wina kedinginan. Kulepas jaketku, lalu
kupasangkan di bahunya. Kuberanikan diri merangkul bahunya, memberikan
kehangatan tambahan pada tubuhnya yang hanya dilapisi oleh kaos tipis
berwarna merah. Wina tidak menghindar atau berusaha menolak, malah balas
merangkul pinggangku.
Aku heran dengan gadis-gadis jaman sekarang. Semakin mudah untuk menjadi
sangat akrab, dan menganggap bahwa hubungan antara wanita dan pria
adalah biasa saja. Tidak ada lagi malu-malu atau sungkan, walaupun masa
perkenalan yang relatif singkat. Kami berjalan bagaikan dua kekasih yang
sedang bermesraan. Tanganku tersapu oleh ujung rambutnya, dan sesekali
kurasakan kepalanya menyandar di bahuku.
Birahiku terpicu, otak kotorku berpikir keras mencari akal untuk
membawanya ketempat tidur di kamar hotelku. Kelaminku mengembang keras,
membuatku merasa tidak nyaman karena terjepit oleh ketatnya celana jeans
yang kukenakan. Mulut kami berdua diam seribu basa, memberi kesempatan
untuk menikmati sentuhan kebersamaan dalam keheningan. Langkah demi
langkah membawa kami memasuki lobby hotel.
Kuajak Wina ke Coffee Shop, untuk menikmati secangkir minuman hangat
sambil menikmati musik hidup. Aku memilih tempat agak di pojok, agar
tidak terlalu menarik perhatian orang. Kuperhatikan sekeliling, beberapa
pasangan asik berpelukan, sedangkan beberapa gadis berpenampilan
seronok duduk sendirian. Inilah mungkin yang disebutkan oleh
kawan-kawanku sebagai “Ayam Menado “, sebelum aku berangkat beberapa
hari lalu.
Tanganku tetap memeluknya, sementara Wina menyandarkan kepalanya di
dadaku. Kurasakan kakinya bergoyang perlahan mengikuti irama musik.
Wangi rambutnya membuatku ingin mencium kepalanya. Tapi, apakah ia akan
marah ? Apakah ia akan tersinggung ? Sejuta pertanyaan dan kekhawatiran
muncul dalam pikiranku.
Sementara di sisi lain, otakku masih terus berputar mencari akal untuk
membawanya ke kamarku malam ini. Jantungku berdebar keras, sementara
kelaminku semakin besar dan keras. Musik dan suasana romantis tempat itu
tidak lagi menarik untukku. Bagaimana dan bagaimana pertanyaan itu yang
terus menerus muncul. Perlahan kucium ubun-ubun kepalanya, sambil
berkata,
“ Wina, sudah malam, kita bobok yuk … “
Ia hanya mengangguk sambil berdiri. Setelah menyelesaikan pembayaran,
kami berjalan menuju lift. Tanganku masih merangkul bahunya, walaupun ia
tidak lagi memeluk pinggangku. Kutekan tombol angka 3, untuk menuju
lantai dimana kamarku berada. Aku sengaja tidak bertanya di lantai
berapa ia tinggal, dan iapun diam saja.
Wina juga tidak berusaha untuk menekan tombol lain. Dalam hati aku
bertanya-tanya, jangan-jangan kamarnya satu lantai dengan kamarku.
Sambil menyender ke dinding lift, kutarik ia dan kusandarkan
membelakangiku. Kupeluk ia dari belakang, sambil sesekali kucium rambut
kepalanya. Jantungku berdetak semakin cepat, sementara kelaminku semakin
sakit terhimpit celana jeansku yang cukup ketat. Mudah-mudahan
pantatnya yang tepat menempel ke kelaminku tidak merasakan ada sesuatu
yang mengganjal. Pikiranku masih bertanya-tanya, mau…? tidak…? mau…?
tidak…? sampai kemudian pintu lift terbuka. Sambil terus berada dalam
pelukanku, kubimbing dia menuju kamarku.
Tidak ada perlawanan atau penolakan kurasakan. Setan yang berada dalam
pikiranku menjerit senang. Malam ini akan terjadi pergumulan birahi yang
panas. Dalam hati aku berniat untuk memberikan kepuasan yang tidak
terbendung padanya, seperti yang biasa kuberikan dalam
petualangan-petualangan asmaraku, termasuk pada istriku tercinta. Begitu
pintu terkunci, sambil tetap berdiri kupeluk dan kucium bibirnya dengan
lembut walaupun penuh nafsu.
Wina membalasnya dengan tidak kalah ganasnya. Lidah kami bertemu, saling
berpagutan dan berkaitan. Kutelusuri geligi dan langit-langit mulutnya
dengan lidahku yang cukup panjang, kasar dan hangat.
Wina merintih lirih, dan tangan kananku perlahan mengusap dan menelusuri
punggungnya yang masih terbalut pakaianya. Sementara jacketku sudah
lama terlempar jatuh. Dari leher, perlahan turun ke bawah, ke arah
pinggang mencari ujung kaos, lalu kembali ke atas melalui sisi bagian
dalam. Kurasakan kulit punggungnya sangat halus dan mulus.
“ Klik… “, Bunyi pengit terlepas oleh tanganku yang sudah sangat
terlatih berhasil melepas pengait BRA-nya dengan sangat hati-hati.
Dengan kedua tangan, perlahan kutarik kaos itu ke atas sampai terlepas
sama sekali. Dengan perlahan dan hati-hati, kedua tanganku segera
bergerilya menelusuri kedua bahunya, pangkal lengannya, pindah ke
pinggang, perut, perlahan ke atas menuju buah dadanya. Sementara itu,
kedua tangannya telah berhasil membuka Polo Shirt yang kukenakan.
Tanganku sudah hampir sampai ke buah dadanya, ketika tiba-tiba ia
mendorongku perlahan.
“ Maaf Mas, Wina pipis dulu ya… “ katanya sambil berjalan membelakangiku menuju kamar mandi.
Kuperhatikan kulit punggungnya yang putih dan mulus, nyaris tanpa cacat.
Pinggul rampingnya yang masih terbalut celana jeans, terlihat semakin
indah dan merangsang. Tidak sabar rasanya untuk segera melumat tubuhnya,
membawanya mengawang tinggi menuju tingkat kenikmatan yang tidak
terkira. Sementara menunggu, aku tersadar bahwa aku belum membersihkan
diri. Kebiasaan yang selalu kulakukan sebelum bercinta dengan wanita
manapun.
Aku selalu menjaga kebersihan, dan berusaha untuk menggunakan
wangi-wangian beraroma lembut, yang kuyakini dapat meningkatkan gairah
wanita. Dari kamar mandi terdengar gemericik air, yang menandakan Wina
juga sedang membersihkan dirinya. Ternyata Wina termasuk tipe wanita
yang kusukai, selalu membersihkan diri sebelum bercinta. Walau dalam
keadaan birahi tinggi, aku tetap merasa terganggu dengan bebauan yang
kurang sedap, dari kelamin wanita yang tidak bersih.
Kubuka dompetku, lalu kuambil karet pengaman merk terkenal yang selalu
kubawa kemanapun aku pergi. Kusisipkan ke bawah bantal tempat tidur,
agar mudah mengambilnya pada saat dibutuhkan nanti. Wina keluar dari
kamar mandi dengan tubuh yang hanya terbalut handuk. Rupanya dia
benar-benar mau dan bersedia bercinta denganku.
“ Sebentar sayang, sekarang giliranku untuk membersihkan diri… “ kataku sambil mencium keningnya lalu berjalan ke kamar mandi.
Sayup-sayup kudengar suara TV yang baru dihidupkan olehnya. Setelah
menggosok gigi dan berkumur dengan larutan antiseptik, kubersihkan
Penisku dan sekitarnya dengan sabun. Siraman air dingin tidak mampu
mengurangi kekerasannya. Penisku tetap mengacung gagah, besar dan
berurat. Wina sedang duduk di pinggir tempat tidur, saat aku keluar dari
kamar mandi, juga dengan hanya terbalut handuk. Kuhampiri dirinya, ia
berdiri lalu kami berciuman.
Dari mulutnya tercium aroma obat kumur antiseptik milikku, membuatku
semakin terangsang. Tangannya membuka belitan handuk di pinggangku,
membuat Penisku terbebas lepas, mengacung besar dan keras. Perlahan
tangannya menyentuh pusarku, perutku, lalu perlahan turun ke bawah.
Wina mengusap-usap rambut Penisku yang cukup lebat, sebelum kemudian mengelus dan menggenggam lembut batang kebanggaanku itu.
Jemari tangannya yang halus, menimbulkan rasa nikmat yang amat sangat.
Tanpa kusadari, akupun merintih perlahan, lalu kulepas handuk yang
melilit di tubuhnya, kemudian perlahan tapi pasti kedua tanganku
merambat perlahan menuju kedua bukit kembarnya yang halus dan putih.
Setelah kutelusuri inci demi inci, kuremas lembut, dan kujepit puting
susunya dengan jari, lalu kupelintir sambil sesekali kutarik. Kubuka
mataku, menikmati parasnya yang cantik. Matanya tertutup sementara
bibirnya terbuka sedikit, sungguh seksi dan merangsang. Wina melepas
ciumannya, kemudian perlahan menciumi tubuhku. Dari dagu, leher terus ke
dadaku, kemudian mengulum dan menggigit perlahan puting kecil di
dadaku.
Aku hanya mampu mendongak, menikmati sensasi yang tidak terkira. Dengan
lidahnya yang hangat, ditelusurinya tubuhku perlahan turun ke arah
perut, menciumi pusar, lalu terus turun. Tidak sabar aku membayangkan
kenikmatan apa yang akan kuterima selanjutnya. Perlahan, diciumnya
kepala Penisku yang memerah, kemudian dimasukkannya ke mulutnya, sampai
menyentuh tenggorokannya. Bukan main nikmatnya.
“ Uuuhhhh… hhhhh… Aaahhhhhhh… hhhhh… “ desahku merintih nikmat.
Perasaan nikmat dan mendesak kuat ingin keluar, kutahan sebisanya. Aku
hampir mencapai titik kenikmatan tertinggi, dan itu tidak boleh terjadi
secepat ini. Harus kuhentikan !! Kupegang kepalanya, kemudian kutarik
tubuhnya perlahan.
“ Sssss… ahhhhh… nikmat sekali Wina, nikmat sekali “, kataku sambil kemudian mencium bibirnya.
Lidah kami berkait dan bertaut dengan ganas, membuat nafasnya semakin memburu,
Sambil tetap berciuman, kubimbing ia menuju tempat tidur. Kurebahkan
tubuhnya, lalu kutindih ia dengan tubuhku. Kulepaskan ciumanku dari
bibirnya. Kucium keningnya, kedua matanya, pipinya, dagunya, dan kedua
telinganya bergantian. Nafasnya semakin memburu, sementara jari-jari
kedua tangannya meremas rambutku.
Dengan lidah, kumulai penelusuran tubuhnya melalui leher.
Perlahan turun, menuju belahan dadanya, kemudian naik ke puncak bukit
indah miliknya. Kukitari puting susunya, sebelum kukulum dan kuhisap
dengan mulutku. Sementara itu, tangan kananku yang bebas meremas dan
mempermainkan puting susu sebelanya. Wina meracau tidak jelas, sementara
kuku jarinya mulai menghunjam kulit kepalaku,
“ Adddduuuuhhhh Mass… Aahhhhh… ouhhh…. “
Puas bermain di buah dadanya, kulanjutkan penelusuran semakin ke bawah,
menuju Penisnya. Aku memposisikan tubuhku di antara kedua kakinya yang
terbuka. Penisnya terlihat basah dan lembab. Bulu-bulu halus yang tidak
terlalu lebat, tertata rapi dan hitam, kontras sekali dengan warna
kulitnya yang putih mulus. Dengan jari tengah, kuusap dan kumainkan
klitorisnya.
Pinggangnya terangkat, membuat tubuhnya melengkung. Perlahan, kuciumi
Penisnya yang wangi, kujulurkan lidahku, lalu kumainkan klitorisnya. Aku
sempat melihat kepala Wina yang terlempar ke kiri dan ke kanan menahan
nikmat. Jari jemarinya semakin ganas meremas kepalaku.
“ Aauwwwww… Aaahhhhhh… yhaaaaa… yhaaa… yhaaa… aaaccchhh… hhhh… aduhhhh… terrrussss… terus !! ach… ach… ach… Aaaaaaaaahhh… “
Kedua pahanya menjepit kuat kepalaku, kemudian tergeletak lemas. Kutahu Wina telah mencapai puncak kenikmatannya.
“ Itu baru yang pertama sayang, rasakan dan nikmati yang selanjutnya … “ kataku dalam hati.
Tidak berlama-lama, dengan perlahan dan sangat hati-hati, kumasukkan
jari tengah tangan kananku ke dalam rongga Vaginanya. Tidak ada yang
menghalangi, menandakan Wina sudah tidak perawan lagi. Tidak mengapa,
malah lebih baik pikirku. Aku jadi tidak memperpanjang dosaku
memperawani anak orang lagi.
Lalu Kusentuh seluruh dinding rongga yang halus dan hangat itu dengan
ujung jariku. Kadang kutekan sedikit keras, membuat nafsu birahinya
kembali bangkit. Dengan posisi telapak tangan mengarah ke atas, kutekuk
jariku menyentuh dinding rongga bagian atas. Kulanjutkan penekanan di
beberapa tempat, sambil kuperhatikan reaksi tubuhnya.
“ Auwww… aduh, Mas, maaf… rasanya ingin pipis lagi… “ katanya tiba-tiba,
“ Sayang, tahan dan bernafaslah dengan teratur. Aku akan memberimu kenikmatan yang lain. Relaks saja dan nikmati… “
Kutekan-tekan jariku berulang-ulang pada titik tersebut hingga
menyerupai getaran. Kepalanya kembali terlempar kekiri dan kekanan.
Matanya terbelalak ke atas, hinggga hampir tidak terlihat bagian
hitamnya. Tangannya telentang pasrah, masih lelah dan lemas.
“ Aaaacchhh… Aaahhhhhhh… Aaahhhhhh… “ erangannya semakin keras.
Perlahan kuposisikan kepalaku di depan Vaginanya, kujulurkan lidahku,
kemudian kuelus, kumainkan dan kupelintir sambil sesekali kumainkan
klitorisnya. Wina teriak tidak tertahankan,
“ Aaahhhhh… Ouhhhh… Sssss… ahhhh… Ampuuuunnnnn… Aaahhhhhhhh… “
Tangannya kembali buas meremas kepalaku, sementara kedua pahanya kembali
menjepit kepalaku dengan kuat. Punggungnya terangkat tinggi membuat
tubuhnya melengkung. Kulanjutkan penekanan pada titik bagian atas rongga
Vaginanya, sambil lidahku terus mengelus, memelintir dan mempermainkan
klitorisnya.
Tiba-tiba Wina terduduk, dengan kasar ditariknya kepalaku yang sedang
asik bermain di Vaginanya, lalu digigitnya bibirku. Sakitnya cukup
lumayan, tetapi kubiarkan saja. Kutahu ia hampir mencapai puncak
kenikmatannya yang kedua. Dengan mengerang keras,
“ Ouhhh… Sssss… ahhhhhh… “
Tubuhnya mengejang lalu terlempar keras ke belakang, ke atas kasur
tempat tidur. Rongga Vaginanya terasa mendenyut-denyut, menjepit erat
jari tengahku yang masih berada di dalam. Tidak lama kulihat tubuhnya
mulai melemas. Telentang pasrah telanjang di atas tempat tidur. Kemudian
aku berdiri menuju meja dan menuangkan air putih dingin ke dalam gelas.
Kuteguk, kemudian kuberikan padanya setelah kembali kuisi penuh. Sambil
menatapku, kulihat matanya menyiratkan kepuasan yang amat sangat,
walaupun lelah. Aku paling senang melihat wajah wanita pasca klimaks,
terlihat semakin cantik.
Belum sempat gelas itu kuletakkan, masih dalam keadaan berdiri di sisi
tempat tidur, Wina menarik, mengelus kemudian mengulum batang Penisku
dengan rakus, membuatnya kembali membesar dan keras. Dengan lidahnya,
dijilatinya bagian bawah batangku itu, menimbulkan kenikmatan yang amat
sangat. Setelah aku meletakkan gelas, kudorong lalu kutindih tubuhnya.
Mulut kami kembali berciuman, sementara satu tangannya memainkan batang
Penisku. Tidak tahan dengan perlakuannya, tanganku masuk ke bawah
bantal, mencari-cari karet pengaman yang sudah kusiapkan tadi. Kurobek
bungkusnya, lalu kuberikan padanya. Di luar dugaan, dibuangnya benda
itu, sambil berbisik ke telingaku ,
“ Mas, aku baru saja selesai Mens dua hari lalu, jadi amaaannn… “ ucapnya,
Lalu Kubimbing Penisku dengan tangan, kugosok-gosokkan, kemudian secara
perlahan kuturunkan pinggulku, menusukkan batang yang besar, keras dan
padat itu ke dalam rongga Vaginanya yang lembut dan hangat. Kuku
jemarinya menancap keras di punggungku, dan kudengar rintihannya.
“ Ouhhhh…. aahhhhh… ouhhhh…. “
Kulihat alis matanya mengkerut sementara kedua matanya tertutup rapat.
Kurasa ia agak kesakitan dimasukki oleh batang yang begitu besar,
panjang dan sekeras batu. Perlahan tapi pasti, inci demi inci batang itu
menguak masuk. Aku merasa sudah menyentuh dasarnya pada saat batangku
belum masuk seluruhnya. Wina merintih,
“ Aouw… Ssss… ahhhhh… “
Perlahan dan hati-hati kutekan dan kutekan terus sampai masuk
seluruhnya. Kudiamkan beberapa saat hingga Wina terbiasa, sebelum
kupompa keluar masuk. Kedua tanganku menopang tubuhku agar tidak
menindihnya terlalu keras, sementara pinggulku giat bergerak maju mundur
berulang-ulang. Wina merintih semakin keras,
“ Accchhhh… yeaaah…ahhhhh… Auwwww… ouhhh… “
Tubuhnya bergoyang ke atas ke bawah, terdorong oleh tusukkan penis dan
goyangan pinggulku. Rambutnya berantakan tergerai di atas bantal,
sementara matanya tertutup rapat. Mukanya sudah terlihat santai, tanda
ia sudah dapat menikmatinya. Sesekali kucium bibirnya yang terbuka
sedikit. Hal itu memperlihatkan giginya yang putih dan tersusun rapi,
sungguh menggairahkan.
Butir-butir keringat mulai bercucuran di tubuhku, juga di tubuhnya. Di
belahan dada diantara kedua buah dadanya yang bergoyang, kulihat
titik-titik keringat bermunculan. Sungguh pemandangan yang seksi dan
menggairahkan, Entah berapa lama dalam posisi itu, tiba-tiba aku ingin
mencoba posisi yang lain. Kutarik kedua kakinya dan kuletakkan di
pundakku. Wina protes,
“ Addduhhh Mas, sssaakkiiittt… “
Keluh Wina tidak terlalu kupedulikan, kupompa terus keluar masuk,
berputar, maju mundur, mulanya perlahan lalu semakin cepat. Wina
merintih menahan nikmat,
“ Aaaachhhh… Yaaa… ouhh … tttteeerruuusssss… terusss… Ach… Ach… Ach… Ach… AAaahhhhhhhh… “
Kurasakan denyutan berulang-ulang dari rongga Vaginanya. Wina sudah
sampai ke puncak kenikmatan. Aku berkonsentrasi merasakan sensasi
kenikmatan yang ditimbulkan oleh gesekan batang Penisku dengan rongga
Vaginanya, kupompa semakin cepat, semakin cepat, semakin cepat, dan
dengan disertai erangan panjang,
“ Aaaaacccchhhhhh… “
kutusukkan Penisku sedalam-dalamnya, kemudian kusemprotkan cairan
kenikmatan sebanyak-banyaknya. Akupun ambruk menimpa tubuhnya, lalu Wina
memelukku dengan erat. Sambil kucium pipinya, aku berkata,
“ Terima Kasih sayang, kamu hebat sekali … “
Wina membuka matanya, mencium bibirku lama, dan balas berkata,
“ Sama-sama Mas… enak sekali Mas… ampuuunnn, nikmat sekaliii, tapi capek. Wina nggak kuat lagi… “.
Malam itu kami tidur berpelukan sampai pagi. Kami melakukannya lagi di
kamar mandi, walau tidak seganas malam sebelumnya. Wina harus segera
berangkat menunaikan tugasnya sebagai Pramugari Udara, sementara aku
masih harus bertugas menjelaskan program pemerintah yang
kusosialisasikan. Kami berpisah, dan berjanji untuk ketemu lagi. Tapi
entah kapan kami akan bertemu kembali. Selesai.
No comments:
Post a Comment