Sunday, August 13, 2017

Cerita Dewasa Perselingkuhan Dengan Daun Muda Anak SMA

Saya tinggal di Cirebon namun tempat kerjaku di dekat Indramayu yang berjarak sekitaran 45 Km serta kutempuh dengan kendaraan kantor (nyupir sendiri) sekitaran 1 jam. Untuk yang tahu daerah ini, pastinya akan tahu jalan mana yang kutempuh. Setiap pagi kurang lebih jam 06. 30 saya telah meninggalkan rumah melalui route jalan yang sama (hanya satu-satunya yang paling dekat) untuk pergi ke kantor.

Pagi hari di daerah ini, seperti biasa terlihat pemandangan anak-anak sekolah tidak tahu itu anak SD, SMP maupun SMA, berjajar di sebagian tempat di selama jalan yang kulalui sembari menanti angkutan umum yang bakal mereka naiki untuk ke sekolah mereka masing-masing. Lantaran angkutan umum begitu terbatas, umumnya mereka melambai-lambaikan tangannya serta coba menyetop kendaraan yang melalui untuk memperoleh tumpangan.

Terkadang ada pula kendaraan truk maupun pick-up yang berhenti serta berbaik hati memberi tumpangan, sedang kendaraan yang lain jarang ingin berhenti, lantaran yang melambai-lambaikan tangannya berkelompok serta sejumlah beberapa puluh. Suatu hari Senin di bulan Oktober 2015, saya keluar dari rumah agak terlambat yakni jam 06. 45 pagi.

Kuperhatikan anak-anak sekolah yang umumnya ramai di selama jalan itu mulai agak sepi, mungkin saja mereka telah memperoleh kendaraan ke sekolahnya masing-masing. Waktu perjalananku meraih ujung desa Bedulan (tempat ini tentu di kenal oleh kebanyakan orang lantaran kerap berlangsung tawuran antar desa hingga sekarang ini), kulihat ada seseorang anak sekolah wanita yang melambai-lambaikan tangannya.

Sesudah kulihat di belakangku tak ada kendaraan lain, saya mengambil rangkuman bila anak sekolah itu berupaya memperoleh tumpangan dariku serta lantaran dia seseorang diri di sekitaran situ jadi segera kuhentikan kendaraanku dan kubuka kacanya sembari kutanyakan,

“Mau ke mana dik? ”. Kulihat anak sekolah itu agak kuatir dan segera menjawab pertanyaanku, “Pak bisa saya ikut hingga di SMA——– , dari tadi kendaraan umum penuh selalu dan saya takut terlambat?, dengan muka yang penuh berharap.

“Yaa…, OK lah.., naik cepat”, kataku. “Terima kasih paak”, tuturnya sembari buka pintu mobilku. Jarak dari sini hingga di sekolahnya kurang lebih 10 Km dan sepanjang perjalanan kuselingi dengan pertanyaan-pertanyaan enteng, hingga saya tahu bila dia itu duduk di kelas 3 SMU di——dan bernama War.

Tinggi tubuhnya kurang lebih 155 cm, warna kulitnya dapat disebut agak hitam bersih serta tidak cantik namun manis serta menarik untuk diliat, tak tahu apanya yang menarik, mungkin saja lantaran matanya agak sayu. Tidaklah terlalu lama, kendaraanku telah tiba di daerah——-dan War segera memberi aba-aba. “Ooom…, sekolah saya ada di depan itu”, tuturnya sembari jarinya menunjuk satu arah di kanan jalan.

Kuhentikan kendaraanku di depan sekolahnya serta sembari menyalamiku War mengatakan terima kasih. Sembari turun dari mobil, War masihlah pernah ajukan pertanyaan, “Oom…, besok pagi saya bisa ikut lagi.., tidak Oom, lumayan Oom…, dapat naik mobil bagus ke sekolah serta sekalian menghemat biaya.., bisa yaa.. Oom? ”.

Saya tidak segera menjawab pertanyaan itu, namun kupandangi berwajah, lantas kujawab, “Boleh bisa saja War ikut Oom, namun janganlah bergerombol ikutnya yaa”. “Enggak deh Oom, saya hanya sendiri saja kok selama ini”. Tiap-tiap pagi pada saat saya mencapai desa itu, War telah ada di tepi jalan serta melambaikan tangannya untuk hentikan mobilku.

Dalam setiap perjalanan dia semakin lama semakin banyak menceritakan masalah keluarganya, kehidupannya di desa, rekan-rekan sekolahnya dan dia juga telah miliki pacar di sekolahnya. Saat kutanya apakah pacarnya tidak marah bila sehari-hari naik mobil orang, War katakan tak apa-apa namun tidak ada keterangan apa pun, kelihatannya dia malas bercerita lebih jauh masalah pacarnya.

War juga cerita kalau sampai kini dia tak pernah kemana-mana, terkecuali pernah dua kali diajak pacarnya piknik ke daerah wisata di Kuningan. Seminggu lalu di hari Jum’at, saat War akan naik di mobilku kulihat berwajah sedih serta matanya bengkak seperti habis menangis serta War duduk tanpa ada banyak bicara.

Lantaran penasaran, kusapa dia, “War, habis nangis yaa…, mengapa..? cobalah War katakan.., siapa tahu Oom dapat membantu”. War tetaplah membisu serta sedikit gelisah. Lama dia diam saja serta saya juga tidak ingin mengganggunya dengan pertanyaan-pertanyaan, namun lalu dia berkata,

“Oom, saya habis ribut dengan Ayah serta Ibu”, lantas dia diam lagi. “Kalau War yakin pada Oom, tolong cobalah katakan masalahnya apa, siapa tahu Oom dapat membantu”, kataku namun War saja tetaplah membisu. Saat mobilku telah mendekati sekolahnya, mendadak War berkata, “Oom…, bisa tidak War minta waktu sedikit buat bicara disini, mumpung masihlah belum sampai di sekolah”.

Mendengar permintaannya itu, selekasnya saja kuhentikan mobilku di tepi jalan serta kurang lebih jaraknya masihlah 2 Km dari sekolahnya. “Ada apa War…? ”, Kataku. War tetaplah diam serta kelihatannya ada kesangsian untuk mengawali bicara. “Ayoo…, lah War, janganlah takut atau ragu…, ada apa sebenarnya”, tanyaku lagi.

“Begini…, Oom, kata War”, lantas dia bercerita kalau tadi malam dia minta duit pada orang tuanya untuk membayar duit sekolahnya yang sudah tiga bulan belum dibayar serta hari ini yaitu hari terakhir dia mesti membayar, lantaran bila tidak dia tak bisa ikuti ulangan. Orang tuanya nyatanya tak memiliki duit sekalipun, walau sebenarnya duit sekolah yang perlu dibayar itu sebesar 80 ribu rupiah. Alasan orang tuanya lantaran panen padi yang diinginkan sudah punah lantaran hujan yang terus-terusan.

Serta tuturnya lagi orang tuanya menyuruh dia berhenti sekolah lantaran tak dapat lagi untuk membayar duit sekolah serta ingin dikimpoikan dengan tetangganya. Saya tetaplah diam untuk dengarkan ceritanya hingga usai serta lantaran War juga selalu diam, lantas kutanya, “Teruskan ceritamu hingga usai War”. Dia tidak segera menjawab namun yang kulihat airmatanya tampak menggenang serta sembari menyeka air matanya dia berkata,

“Oom, sebenarnya ada banyak yang menginginkan War katakan, namun saya takut kelak Oom terlambat ke kantornya serta War harus juga ke sekolah, dan lanjutnya lagi…, bila Oom ada waktu serta tak keberatan, saya menginginkan pergi dengan Oom agar saya dapat bercerita semuanya permasalahan pribadi saya”. Sesudah diam sejenak, lantas War berkata lagi,

“Oom, bila ada serta tak keberatan, saya ingin pinjam duit Oom 80 ribu untuk membayar duit sekolah serta saya janji bakal kembalikan sesudah saya dapat dari orangtua saya”. Mendengar cerita War meskipun belum semuanya, hatiku merasa tersayat serta selekasnya kurogoh dompetku serta kuambilkan duit 200 ribu serta selekasnya kuberikan kepadanya.

“Lho Oom, kok banyak benar…, saya takut tidak bisa mengembalikannya”, tuturnya sembari menarik tangannya sebelumnya duit dari tanganku dipegangnya. “War.., ambillah…, tidak apa-apa kok, sisanya bisa anda belikan buku-buku atau apa saja…, saya meyakini War membutuhkannya”, serta selekasnya kupegang tangannya sembari menempatkan duit itu ditangannya serta sembari kukatakan,

“War.., ini tidak usah anda katakan pada siapa-siapa, juga janganlah pada orang tuamu…, serta War tidak butuh mengembalikannya”. Belum usai kata-kataku, mendadak saja dari tempat duduknya dia maju serta mencium pipi kiriku sembari berkata, “Terima kasih banyak Oom.., Oom.. telah banyak membantu saya”.

Saya jadi begitu terkesiap serta berdebar, bukanlah lantaran memperoleh ciuman di pipiku, namun lantaran tangan kiriku tersentuh buah dadanya yang merasa begitu empuk hingga tak merasa penisku jadi tegang dan sementara War masihlah mencium pipiku, kugunakan tangan kananku untuk membelai rambutnya serta kucium hidungnya. “Ayoo…, War…, telah lama kita disini, nanti kamu terlambat sekolahnya”. War tak menjawab namun kulihat dikedua matanya masihlah tergenang air matanya.

Waktu telah tiba di depan sekolahnya sembari buka pintu mobil, War berkata, “Oom.., terima kasih yaa.. Ooom serta kapan Oom ada waktu untuk mendengar cerita War”. “Kalau besok bagaimana..?, kataku. “Boleh.., oom”, jawabnya cepat. “Lho…, besok kan masihlah hari Sabtu serta War kan mesti sekolah”, jawabku.

“Sekali-kali mbolos kan tidak apa apa Oom…, hari Sabtu kan pelajarannya tak demikian padat dan kurang penting”, kata War. “Oklah…, bila begitu…, War, kita ketemu besok pagi di tempat biasa kamu menunggu”. Dalam perjalanan ke kantor sesudah War turun, permasalahan War merasa mengganggu fikiranku hingga tak merasa saya telah tiba di kantor.

Sebelumnya pulang kantor, saya izin tidak untuk masuk besok Sabtu pada Bossku dengan alasan akan mengurusi masalah keluarga di Kuningan. Demikian pula saat malamnya kukatakan pada istriku bila saya mesti ke Jakarta untuk masalah kantor serta bila selesainya telat sangat terpaksa harus bermalam dan pulang pada hari Minggu.

Besok paginya dengan berbekal 1 stel baju yang sudah disediakan oleh Istriku, saya pergi serta hingga ditempat yang biasa, kulihat War tetaplah menggunakan pakaian seragam sekolahnya. Sesudah dia naik ke mobil, kembali kulihat matanya tetaplah seperti habis menangis. Lantas kutanya, “War…, habis perang lagi yaa?, masalah apa lagi? ”.

“Oom, ceritanya nanti saja deh”, tuturnya agak malas. “Kita ingin kemana Oom? ”, Tanyanya. “Lho…, terserah War saja.., Oom sih ikut saja”. “Oom…, saya kepingin ke tempat yang agak sepi serta tidak ada orang lain…, jadi bebrapa bila War nangis, tidak ada yang melihatnya kecuali Oom”.

Sembari memutar mobilku kembali pada arah Cirebon, saya memikirkan sesaat ingin ke tempat mana yang sesuai dengan keinginan War, serta selekasnya teringat bila di pinggir kota Cirebon yang ke arah Kuningan ada satu lapangan Golf serta Cottage CPN. Selekasnya saja kukatakan kepadanya,

“War… Tempat yang sesuai dengan hasratmu itu sepertinya agak sulit, tapi…, bagaimana bila kita ke CPN saja..? ”. “Dimana itu Oom dan tempat apaan? ”, bertanya War. Saya jadi agak sulit menerangkannya, namun kujawab saja, “Tempatnya sih tidak jauh yakni sedikit diluar Cirebon dan…, begini saja deh.., War.., kita kesana dahulu dan bila War kurang sepakat dengan tempatnya, kita mencari tempat lain lagi”.

Setelah tiba ditempat serta mendaftar di receptionist dan pesan minuman ringan dan mengambil kunci kamarnya, selekasnya saya kembali pada mobil serta kutanyakan pada War–“gimana War.., anda ingin di sini..?, saksikan saja tempatnya sepi (maklum saja masihlah pagi-pagi. Receptionistnya saja seperti terheran-heran, kelihatannya berpikir kok ada tamu pagi-pagi sekali serta nomer mobilnya tidak dari luar kota).

Sesudah mobil kuparkir di depan kamar, sebelumnya turun kutanya dia kembali, “War…, bagaimana.., ingin disini? atau ingin mencari tempat lain? ”. War tak selekasnya menjawab pertanyaanku, namun dia ikut turun dari mobil serta mengikutiku ke arah pintu kamar motel. Selekasnya setelah tiba didalam, dia segera duduk ditempat tidur sembari memerhatikan semua ruang.

Lantaran kulihat dia tetaplah diam saja, saya jadi terasa tak enak serta selekasnya kudekati dia yang tetap masih duduk di pinggir tempat tidur serta sembari agak berlutut, kucium keningnya sebagian waktu serta mendadak saja War memelukku serta terdengar tangisan lirih sembari terisak-isak.

Sembari masihlah memelukku, kuangkat berdiri dari duduknya serta kuelus-elus rambutnya, sembari kucium pipinya dan kukatakan, “War cobalah tenangkan dirimu serta katakan semuanya permasalahan mu pada Oom…, siapa tahu Oom dapat membantumu dalam memecahkan masalahmu itu”.

War masihlah saja memelukku namun senggukan tangisnya mulai mereda. Beberapa waktu kemudian kubimbing dia ke arah tempat tidur serta perlahan-lahan kutelentangkan War ditempat tidur serta kurangkulkan tangan kiriku di bahunya serta kupandangi berwajah, sembari kukatakan, “War coba katakan masalahmu itu serta agar Oom dapat tahu permasalahanmu itu”.

War tetaplah diam saja serta memejamkan matanya, namun selang beberapa saat, sembari mengusap air matanya dia buka matanya serta melihat ke arahku yang jaraknya pada berwajah serta wajahku begitu dekat sekali. “Oom…”, tuturnya seperti bakal mengawali menceritakan, namun lantas dia diam lagi. “War…”, kataku sembari kucium pipinya serta kuusap-usapkan jari tangan kananku di rambutnya, “cerita lah”.

Lantas War mulai menceritakan serta dia bercerita dengan cara panjang lebar masalah kehidupan keluarganya yang miskin, dia anak pertama dari 3 bersaudara, mengenai pacarnya di sekolah namun lain kelas yang telah 2 tahun pacaran serta saat ini telah meninggalkan dia lantaran memperoleh pacar baru di kelasnya,

serta dia juga bercerita bila orang tuanya telah menjodohkan dengan tetangganya yang telah miliki istri serta anak, namun kaya serta rumahnya tidaklah terlalu jauh dari rumah War serta dia mesti selekasnya berhenti dari sekolahnya lantaran bakal dikimpoikan pada bulan Maret akan datang.

War tuturnya kepingin sekolah dahulu serta belum pingin kimpoi, terlebih kimpoi dengan orang yang telah miliki Istri serta anak. War miliki hasrat ingin lari dari rumahnya, namun tidak paham ingin ke mana.

War juga bercerita kalau sebenarnya dia masihlah cinta pada kawan sekolahnya itu, terlebih dia telah telanjur pernah tidur berbarengan pada saat piknik ke Kuningan dahulu, meskipun tuturnya dia tak meyakini bila miliki pacarnya itu telah masuk ke vaginanya apa belum, lantaran belum apa-apa telah keluar tuturnya. “Jadi…, bagaimana.., Oom.., apa yang perlu saya perbuat dengan permasalahan ini, tuturnya sesudah merampungkan ceritanya.

“War”, kataku sembari kembali kuelus-elus rambutnya serta kucium pipinya di dekat bibirnya. “War…, masalahmu kok demikian rumit, terlebih masalah lamaran tetanggamu itu. Begini saja War…, baiknya anda minta pada orangtuamu untuk tunda perkimpoian itu hingga anda usai sekolah. Katakan saja…, bila ujian SMA-mu cuma tinggal beberapa bulan lagi”.

“Katakan lagi…, sayang bila biaya yang sudah di keluarkan selama hampir tiga tahun di SMA mesti hilang sia-sia tanpa ada memperoleh Ijasah. War…, pada saat anda menyampaikan ini semuanya, janganlah gunakan emosi, katakan dengan lemah lembut, semoga saja orang tuamu ingin tahu serta mengundurkan perjodohanmu dengan tetanggamu itu”.

“Kalau orang tuamu sepakat, jadi anda dapat konsentrasi untuk merampungkan sekolahmu serta yang lain dapat dipikirkan kemudian”. Sesudah usai memberi anjuran ini, lantas kembali kucium pipinya seraya kutanya…, “War…, bagaimana pendapatmu dengan anjuran Oom ini? ”.

Seraya saja War bangkit dari tidurnya serta memelukku erat-erat sembari menciumi pipiku serta berkata, “Ooom…, terima kasih.., atas anjuran Oom ini…, belum terpikir oleh saya terlebih dulu hal ini…, Oom begitu baik pada War tak tahu bagaimana langkahnya saya membalas kebaikan Oom”, serta merasa air matanya menetes di pipiku.

Sesudah diam sebentar, kembali kurebahkan tubuh War telentang serta kulihat dari matanya yang tertutup itu bekas air matanya serta selekasnya kucium kedua matanya serta sedikit untuk sedikit cimanku kuturunkan ke hidungnya serta selalu turun ke pipi kirinya, kemudian kugeser ciumanku mendekati bibirnya.

Lantaran War tetap masih diam serta tidak menolak, keberanianku makin bertambah serta dengan cara perlahan kugeser ciumanku ke arah bibirnya, serta mendadak saja War menerkam serta memelukku dan mencari bibirku dengan matanya yang masihlah tertutup.

Saya berciuman cukup lama serta sesekali lidahku kujulurkan kedalam mulutnya serta War menghisapnya. Sembari tetaplah berciuman, kurebahkan tubuhnya lagi serta tangan kananku selekasnya kuletakkan pas diatas buah dadanya yang merasa begitu kenyal serta sedikit kuremas.

Lantaran tak ada reaksi yang terlalu berlebih dan War bukanlah saja mencium bibirku namun semua wajahku, jadi satu persatu kancing pakaian SMA-nya berhasil kulepas serta saat kusingkap pakaiannya, tersembul dua bukit yang halus tertutup BH putih tidak tebal serta ukurannya tidaklah terlalu besar.

Saat kucoba buka pakaian sekolahnya dari tangan kanannya, War nampaknya tetaplah diam serta jadi menolong dengan membengkokkan tangannya. Sesudah sukses melepas pakaian dari tangan kanannya, selekasnya kucari kaitan BH-nya di belakang serta dengan gampang kutemukan dan kulepaskan kaitannya, disamping itu kami tetap masih berciuman, terkadang dibibir serta sesekali di semua muka bertukaran.

BH-nya juga dengan gampang kulepas dari tangan kanannya serta saat kusingkap BH-nya, tersembul buah dada War yang ukurannya tidaklah terlalu besar namun menantang serta dengan puting susunya berwarna kecoklatan.

Dan dengan tidak sabar serta sembari meremas pelan payudara kanannya, kuturunkan wajahku menyelusuri leher serta selalu ke bawah serta sesampainya di payudaranya, kujilati payudara War yang menantang itu dan sesekali kuhisap puting susunya, sesaat War meremas-remas rambutku seraya terdengar suara lirih, “aahh…, aahh…, ooomm…, ssshh…, aahh”.

Saya sekurang-kurangnya tahan bila mendengar suara lirih seperti ini, dan merta penisku makin tegang serta kugunakan peluang ini sembari tetaplah menjilati serta mengisap payudara War, kugunakan tangan kananku untuk menelusuri sisi bawah tubuh War Saat hingga di celana dalamnya dan kuelus-elus vaginanya, merasa sekali ada bagian CD yang basah.

Sembari tetap masih menjilati payudara War, kugunakan jari tanganku menyusup masuk dari samping CD-nya untuk mencari bibir vaginanya serta saat bisa dan kuelus, tubuh War merasa menggelinjang serta membukakan kakinya dan kembali terdengar, “aahh…, ssshh…, ssshh…, aahh”.

Saya jadi makin penasaran saja mendengar suara War mengerang lirih seperti itu. Selekasnya kulepas tanganku yang ada di vaginanya serta saat ini kugunakan untuk mencari kancing atau apa pun yang ada di Rok sekolahnya untuk selekasnya kulepas. Untung saja rok sekolah yang digunakan yaitu rok standard yakni ada kaitan sekalian ritsluiting, hingga dengan gampang kutemukan serta kubuka kaitan serta ritsluitingnya, hingga roknya jadi longgar di tubuh War.

Lantas perlahan kuturunkan tubuhku dan ciumanku menelusuri perut War seraya tanganku berupaya menurunkan roknya. Roknya yang telah longgar itu dengan gampang kuturunkan ke arah kakinya serta kuperhatikan War kenakan CD warna merah muda serta kulihat juga vaginanya yang menggunung didalam CD-nya.

Tubuh War menggelinjang waktu ciumanku menelusuri perut serta ketika ciumanku meraih CD diatas gunungan vaginanya, gelinjang tubuh War makin keras serta pantatnya seolah diangkat dan tetaplah kudengar suaranya yang lirih sembari meremas-remas rambutku agak keras dan sesekali memanggil,

“ssshh…, aahh…, ssshht…, ooom…, aahh”. Sembari kujilati lipatan pahanya, kuturunkan CD-nya perlahan serta sesudah setengahnya terbuka, kuperhatikan vagina War masihlah belum banyak ditumbuhi bulu hingga tampak terang belahan vaginanya serta basah.

Sesudah sukses melepas CD-nya dari kedua kaki War yang masihlah menjulur di lantai, kuposisikan tubuhku di antara kedua paha War sembari merenggangkan kedua pahanya. Dengan pelan-pelan kujulurkan lidahku serta kujilati belahan vaginanya yang agak terbuka akibat pahanya kubuka agak lebar. Berbarengan dengan jilatanku itu, mendadak War bangun dari tidurnya serta berkata,

“Jaa…, ngaan…, Ooom”, sembari coba mengangkat kepalaku dengan kedua tangannya. Lantaran takut War akan marah, jadi dengan sangat terpaksa saya bangkit serta kupeluk War dan berupaya menidurkannya lagi sembari kucium bibirnya untuk menentramkan dianya. War tidak memberi komentar apa-apa, namun kami kembali berciuman serta War kelihatannya lebih bernafsu dari mulanya serta lebih agresif menciumi semua wajahku.

Disamping itu tanganku kugunakan untuk melepas pakaian serta BH War yang samping serta yang tadi belum pernah kulepas, War kelihatannya mendiamkan saja, jadi kelihatannya membantuku dengan memiringkan tubuhnya supaya pakaiannya gampang kulepas. Sembari tetaplah berciuman, saat ini saya berupaya untuk melepas pakaian serta celanaku sendiri.

Sesudah saya sukses melepas semuanya bajuku termasuk juga CD-ku, lantas dengan beberapa berharap kuatir lantaran saya takut War bakal menolaknya, saya meletakkan diriku yang semula senantiasa di samping kiri atau kanan tubuh War, saat ini saya naik diatas tubuh War. Perkiraanku nyatanya salah, sesudah saya ada diatas tubuh War, nyatanya dia jadi memelukkan kedua tangannya di punggungku sembari sesekali menekan-nekan. Dalam posisi begini, merasa penisku agak sakit lantaran terhimpit diantara tubuhku serta paha War.

Lantaran tak tahan, selekasnya kuangkat kaki kananku untuk mencari posisi yang nikmat, namun berbarengan dengan kakiku terangkat, kurasakan War jadi merenggangkan ke dua kakinya agak lebar, sudah pasti peluang ini tak kusia-siakan, selekasnya saja kutaruh kedua kakiku dibagian tengah kedua kakinya yang dilebarkan itu serta saat ini merasa penisku ada diatas vagina War. War masihlah memelukkan kedua tangannya di punggungku serta meciumi semua wajahku.

Sembari tetap masih kujilat serta ciumi semua berwajah, kuturunkan tanganku ke bawah serta sedikit kumiringkan tubuhku, perlahan kuelus vagina War yang menggembung serta sesudah sebagian waktu lantas kupegang bibir vaginanya dengan jariku serta kurasakan kedua tangan War terasanya mencekeram di punggungku serta saat jari tengahku kugunakan untuk mengelus sisi dalam vaginanya,

Baca Juga : Ketagihan ML Dengan Adik Kandung Sendiri

merasa vagina War begitu basah serta kurasakan tubuh bawah War bergerak perlahan kelihatannya ikuti gerakan jari tanganku yang tengah mengelus serta meraba sisi dalam vaginanya serta sesekali kupermainkan clitorisnya dengan jari-jariku hingga War kerap berdesis,

“Ssshh…, ssshh…, aahh…, ssshh”, sembari kurasakan jari kedua tangannya menusuk punggungku. Sesudah demikian lama kupernainkan vaginanya dengan jariku, lalu kulepaskan jariku dari vagina War serta kugunakan tangan kananku untuk memegang penisku dan selekasnya saja penisku kuarahkan ke vagina War sembari kugosok-gosokan ke atas serta ke bawah selama bagian dalam vagina War, dan kembali kudengar desis suaranya,

“ssshh…, ssshh…, ooom…, aahh…, ssshh”, serta pantatnya diangkat naik turun pelan-pelan. Lantaran kulihat War sangatlah terangsang nafsunya, selekasnya saja kuhentikan gerakan tanganku serta kutujukan penisku ke arah bawah area vaginanya serta sesudah kurasa cocok, selekasnya kulepaskan tanganku serta kutekan pelan-pelan penisku k edalam vagina War.

Kuperhatikan muka War agak mengerenyit seperti menahan rasa sakit dan hentikan gerakan pantatnya dan bersuara pelan pas di dekat telingaku, “Aduuuhh…, ooomm…, Jangaannn…, sakiiittt…, Asiihh.., takuuut., Oom”. Mendengar suaranya yang sedikit menghiba itu, selekasnya kuhentikan tusukan penisku serta kuelus-elus dahinya sembari kucium telinganya dan kubisikan,

“Tidak…, apa-apa…, sayaang…, Oom…, pelan-pelan saja…, kok”, untuk menentramkan ketakutan War. War tak selekasnya menyikapi kata-kataku serta tetaplah diam saja dengan masih tetap memelukkan kedua tangannya di punggungku. Lantaran dia diam saja serta memejamkan kedua matanya, selekasnya dengan cara perlahan, kutusukan kembali penisku kedalam vaginanya serta terdengar lagi War berkata lirih di dekat telingaku,

“Aduuuhh…, sakiiittt…, ooom…, Asihh.., takuuut”, walau sebenarnya kurasakan bila War mulai lagi menggerakkan pantatnya perlahan. Mendengar kata-katanya yang lirih ini, kembali kuhentikan tusukan penisku namun tetap masih ditempatnya yakni di lubang vaginanya, serta kembali kuciumi bibir serta berwajah dan kuelus-elus rambutnya sembari kubisiki,

“Takut apa sayang.. ”. War tak selekasnya menjawab pertanyaanku itu. Sembari menanti jawabannya, kuteruskan ciumanku di bibirnya serta War mulai lagi melayani ciumanku itu dengan memainkan lidahku yang kujulurkan kedalam mulutnya serta kurasakan War mulai memindahkan kedua tangannya dari punggung ke atas pantatku. Saya tetaplah bersabar menanti serta tak tergesa-gesa untuk menusukkan penisku lagi.

Tetaplah dengan masihlah mengisap lidahku, kurasakan ke-2 tangan War sedikit menghimpit pantatku, tak tahu perintah agar saya menusukkan penisku ke vaginanya atau cuma perasaanku saja. Sesaat saya diamkan saja serta dengan masihlah berciuman, kutunggu reaksi War setelah itu. Saat ciumanku kualihkan ke daerah dekat telinganya, kulihat War berupaya menghindar mungkin saja lantaran kegelian serta kembali kurasakan ke-2 tangannya seperti menghimpit pantatku.

Lantas kembali kulumat bibirnya serta perlahan-lahan namun tentu, kembali kutekan penisku kedalam liang kewanitaannya, namun War tak kuberi peluang untuk berbicara lantaran mulutnya kusumpal dengan mulutku serta penisku semakin kutekankan kedalam vaginanya dan kulihat mata War tutup rapat-rapat seperti menahan sakit. Lantaran penisku belum juga menembus vaginanya, lantas sedikit kuangkat pantatku serta kembali kutusukkan kedalam vagina War serta, “Bleeesss”, merasa penisku kelihatannya telah menembus vagina War serta,

“aahh…, sakiiit…, ooom…. ”, kudengar nada War sembari seperti menahan rasa sakit serta berupaya menarik pantatku. Untuk sesaat tak kugerakkan pantatku serta sesudah kulihat War mulai tenang serta kembali ingin menciumi wajahku, lantas perlahan kutekan penisku yang telah menembus vaginanya agar masuk lebih dalam lagi “aahh…, oom…, pelan…, pelaan.. ”, kudengar War berkata lirih.

“Iyaa…, sayaang…, ooom pelah-pelan”, jawabku dan kubelai rambutnya. Sesudah kudiamkan sebentar, lantas kugerakkan pantatku naik turun begitu pelan supaya War tak terasa kesakitan, serta nyatanya sukses, muka War keperhatikan tak tegang lagi hingga gerakan penisku keluar masuk vagina War sedikit kupercepat serta belum berapakah lama terdengar nada War,

“ooom…, ooom…, aaduuuhh…, ooomm…, aahh”, sembari kedua tangannya mencengkeram punggungku dengan kuat serta menciumi keseluruhnya wajahku dengan begitu bernafsu serta tubuhnya berkeringat, lantas War berteriak agak keras, “aahh…, ooomm…, aduuuhh.. ”, lantas War terkapar serta terdiam lemas dengan nafas terengah-engah. Rupanya Saya meyakini bila War telah meraih orgasmenya walau sebenarnya nafsuku barusan bakal naik.

Lantaran kulihat War kelihatannya tengah kelelahan dengan kedua matanya tertutup rapat, jadi muncul rasa kasihanku, lantas sembari kuseka keringat berwajah kuciumi pipi serta bibirnya dengan lembut, namun War tak bereaksi serta tanpa ada kuduga di gigitnya bibirku yang tengah menciumnya seraya berkata lirih, “ooom…, nakal…, yaa, War baru sekali ini rasakan hal seperti tadi”, sembari mencubit punggungku.

Saya tak menjawab komentarnya namun yang kuperhatikan yaitu nafasnya telah mulai teratur serta dengan cara perlahan saya mulai menggerakkan penisku lagi keluar masuk vagina War. Kuperhatikan War mulai terangsang lagi, War mulai mengisap bibirku serta mulai coba menggerakkan pantatnya pelan-pelan serta gerakannya ini bikin penisku seperti di pelintir keenakan.

Gerakan penisku keluar masuk makin kupercepat serta demikian pula War mulai semakin berani mempercepat gerakan putaran pantatnya, sembari sesekali kedua tangannya yang dipelukkan dipinggangku berupaya menghimpit kelihatannya menyuruhku untuk memasukkan penisku kedalam vaginanya lebih dalam lagi serta kudengar War mulai bersuara lagi…,

“aahh…, aahh…, ooohh…, oomm…, aah”, serta tak merasa akupun mulai berkicau, “aacchh…, aahh…, Siiihh…, enaakk…, teruuus…, Siiih”. Saat nafsuku telah mulai mencapai puncak serta kudengar juga nafas War makin cepat, dengan perlahan kupeluk tubuh War serta selekasnya kubalik tubuhnya hingga saat ini War telah ada di atasku serta kupelukkan kedua tanganku di pantatnya, sedang muka War ditempelkan di wajahku.

Dengan sedikit makan tenaga, kucoba menggerakkan pantatku naik turun serta setiap saat pantatku naik, kugunakan kedua tanganku menghimpit pantat War ke bawah serta dapat kurasakan bila penisku masuk lebih dalam di vagina War, hingga setiap saat kudengar suaranya sedikit keras,

“aahh…, oooh”. Serta mungkin saja lantaran keenakan, saat ini gerakan War jadi lebih berani dengan menggerakkan pantatnya naik turun hingga kedua tanganku tak perlu menekannya lagi serta setiap saat pantatnya menghimpit ke bawah hingga penisku terasanya masuk semua di vagina War, kudengar dia bersuara keenakan, “Aahh…, aah dibarengi nafasnya yang makin cepat, demikian pula saya sembari berupaya menahan supaya maniku tak selekasnya keluar.

Gerakan War makin cepat saja serta kurasakan berwajah makin ditekankan ke wajahku hingga kudengar nafasnya yang amat cepat itu di dekat telingaku serta, “Aduuuh…, aahh…, aahh…, ooomm.., War…, mauuu.., keluaar…, aah”. “Tungguuu…, Waarrr.., kitaa…, samaa…, samaa., ooom.., Jugaa.., mauuu…, keluarr”. “aahh…, aahh…, ooomm”, teriak War sembari mengerakkan pantatnya menggila serta akupun lantaran telah tak tahan menahan maniku dari tadi selekasnya kegerakkan pantatku lebih cepat serta,

“Crreeettt…, ccrreeett…, ccccrrreeett…, serta “aahh…, siiihh…, ooom keluaar”, sembari kutekan pantat War kuat-kuat. Sesudah beristirahat sebentar, kuajak War ke kamar mandi untuk bersihkan tubuh serta War kembali menjatuhkan tubuhnya ditempat tidur, mungkin saja masihlah rasakan kelelahan.

Tidak merasa jam telah tunjukkan nyaris jam 12 siang serta selekasnya saja kupesan makan siang.

End By Premier188

Cerita Sex Sama Ibu Guru Genit

Cerita mesum guru seksi menggoda siswa dengan senyumnya yang menggoda dan bertoket gede. Teman-teman biasa memanggilku Budhy. Aku tinggal di Bogor. Tinggiku sekitar 167 cm, bentuk wajahku tidak mengecewakan, imut-imut kalau teman-teman perempuanku bilang. Langsung saja aku mulai dengan pengalaman pertamaku ‘making love’ (ML) atau bercinta dengan seorang wanita. Kejadiannya waktu aku masih kelas dua SMA .
Saat itu sedang musim ujian, sehingga kami di awasi oleh guru-guru dari kelas yang lain. Kebetulan yang mendapat bagian mengawasi kelas tempatku ujian adalah seorang guru yang bernama Ibu Netty, umurnya masih cukup muda, sekitar 25 tahunan. Tinggi badannya sekitar 155 cm. Kulitnya putih bersih, hidungnya mancung, bentuk wajahnya oval dengan rambut lurus yang di potong pendek sebatas leher, sehingga memperlihatkan lehernya yang jenjang.

Yang membuatku sangat tertarik adalah tonjolan dua bukit payudaranya yang cukup besar, bokongnya yang sexy dan bergoyang pada saat dia berjalan. Aku sering mencuri pandang padanya dengan tatapan mata yang tajam, ke arah meja yang didudukinya. Kadang, entah sengaja atau tidak, dia balas menatapku sambil tersenyum kecil. Hal itu membuatku berdebar-debar tidak menentu. Bahkan pada kesempatan lain, sambil menatapku dan memasang senyumnya, dia dengan sengaja menyilangkan kakinya, sehingga menampakkan paha dan betisnya yang mulus.

Di waktu yang lain dia bahkan sengaja menarik roknya yang sudah pendek (di atas lutut, dengan belahan disamping), sambil memandangi wajahku, sehingga aku bisa melihat lebih dalam, ke arah selangkangannya. Terlihat gundukan kecil di tengah, dia memakai celana dalam berbahan katun berwarna putih.

Aku agak terkejut dan sedikit melotot dengan ‘show’ yang sedang dilakukannya. Aku memandang sekelilingku, memastikan apa ada teman-temanku yang lain yang juga melihat pada pertunjukan kecil tersebut. Ternyata mereka semua sedang sibuk mengerjakan soal-soal ujian dengan serius. Aku kembali memandang ke arah Ibu Netty, dia masih memandangku sambil tersenyum nakal.

Aku membalas senyumannya sambil mengacungkan jempolku, kemudian aku teruskan mengerjakan soal-soal ujian di mejaku. Tentu saja dengan sekali-kali melihat ke arah meja Ibu Netty yang masih setia menyilangkan kakinya dan menurunkannya kembali, sedemikian rupa, sehingga memperlihatkan dengan jelas selangkangannya yang indah.

Sekitar 30 menit sebelum waktu ujian berakhir, aku bangkit dan berjalan ke depan untuk menyerahkan kertas-kertas ujianku kepada Ibu Netty. “Sudah selasai?” katanya sambil tersenyum. “Sudah, bu….” jawabku sambil membalas senyumnya. “Kamu suka dengan yang kamu lihat tadi?” dia bertanya mengagetkanku.

Aku menganggukkan kepalaku, kami melakukan semua pembicaraan dengan berbisik-bisik. “Apa saya boleh melihatnya lagi nanti?” kataku memberanikan diri, masih dengan berbisik. “Kita ketemu nanti di depan sekolah, setelah ujian hari ini selesai, ok?” katanya sambil tersenyum simpul. Senyum yang menggetarkan hatiku dan membuat tubuhku jadi panas dingin..

Siang itu di depan gerbang sekolah, sambil menenteng tasnya, bu Netty mendekati tempatku berdiri dan berkata, “Bud, kamu ikuti saya dari belakang” Aku mengikutinya, sambil menikmati goyangan pinggul dan pantatnya yang aduhai. Ketika kami sudah jauh dari lingkungan sekolah dan sudah tidak terlihat lagi anak-anak sekolah di sekitar kami, dia berhenti, menungguku sampai di sampingnya.

Kami berjalan beriringan. “Kamu benar-benar ingin melihat lagi?” tanyanya memecah kesunyian. “Lihat apa bu?” jawabku berpura-pura lupa, pada permintaanku sendiri sewaktu di kelas tadi pagi. “Ah, kamu, suka pura-pura…” Katanya sambil mencubit pinggangku pelan. Aku tidak berusaha menghindari cubitannya, malah aku pegang telapak tangannya yang halus dan meremasnya dengan gemas. bu Netty balas meremas tanganku, sambil memandangiku lekat-lekat.

Akhirnya kami sampai pada satu rumah kecil, agak jauh dari rumah-rumah lain. Sepertinya rumah kontrakan, karena tidak terlihat tambahan ornamen bangunan pada rumah tersebut. Bu Netty membuka tasnya, mengeluarkan kunci dan membuka pintu. “Bud, masuklah. Lepas sepatumu di dalam, tutup dan kunci kembali pintunya!” Perintahnya cepat. Aku turuti permintaannya tanpa banyak bertanya. Begitu sampai di dalam rumah, bu Netty menaruh tasnya di sebuah meja, masuk ke kamar tanpa menutup pintunya.

Aku hanya melihat, ketika dengan santainya dia melepaskan kancing bajunya, sehingga memperlihatkan BH-nya yang juga terbuat dari bahan katun berwarna putih, buah dadanya yang putih dan agak besar seperti tidak tertampung dan mencuat keluar dari BH tersebut, membuatnya semakin sexy, kemudian dia memanggilku. “Bud, tolong dong, lepasin pengaitnya…” katanya sambil membelakangiku.

Aku buka pengait tali BH-nya, dengan wajah panas dan hati berdebar-debar. Setelah BH-nya terlepas, dia membuka lemari, mengambil sebuah kaos T-shirt berwarna putih, kemudian memakainya, masih dengan posisi membelakangiku. T-shirt tersebut terlihat sangat ketat membungkus tubuhnya yang wangi.

Kemudian dia kembali meminta tolong padaku, kali ini dia minta dibukakan risleting roknya! Aku kembali dibuatnya berdebar-debar dan yang paling parah, aku mulai merasa selangkanganku basah. Kemaluanku berontak di dalam celana dalam yang rangkap dengan celana panjang SMA ku.

Ketika dia membelakangiku, dengan cepat aku memperbaiki posisi kemaluanku dari luar celana agar tidak terjepit. Kemudian aku buka risleting rok ketatnya. Dengan perlahan dia menurunkan roknya, sehingga posisinya menungging di depanku. Aku memandangi pantatnya yang sexy dan sekarang tidak terbungkus rok, hanya mengenakan celana dalam putihnya, tanganku meraba pantat bu Netty dan sedikit meremasnya, gemas.

“Udah nggak sabar ya, Bud?” Kata bu Netty.
“Maaf, bu, habis bokong ibu sexy banget, jadi gemes saya….”
“Kalo di sini jangan panggil saya ‘bu’ lagi, panggil ‘teteh’ aja ya?”
“Iya bu, eh, teh Netty”

Konsentrasiku buyar melihat pemandangan di hadapanku saat ini, bu Netty dengan kaos T-shirt yang ketat, tanpa BH, sehingga puting susunya mencuat dari balik kaos putihnya, pusarnya yang sexy tidak tertutup, karena ukuran kaos T-shirt-nya yang pendek, celana dalam yang tadi pagi aku lihat dari jauh sekarang aku bisa lihat dengan jelas, gundukan di selangkangannya membuatku menelan ludah, pahanya yang putih mulus dan ramping membuat semuanya serasa dalam mimpi.

“Gimana Bud, suka nggak kamu?” Katanya sambil berkcak pinggang dan meliuk-liukkan pinggulnya.
“Kok kamu jadi bengong, Bud?” Lanjutnya sambil menghampiriku.

Aku terdiam terpaku memandanginya ketika dia memeluk leherku dan mencium bibirku, pada awalnya aku kaget dan tidak bereaksi, tapi tidak lama. Kemudian aku balas ciuman-ciumannya, dia melumat bibirku dengan rakusnya, aku balas lumatannya.

“Mmmmmmmmmhhhhhhhhhhh….” Gumamnya ditengah ciuman-ciuman kami. Tidak lama kemudian tangan kanannya mengambil tangan kiriku dan menuntun tanganku ke arah payudaranya, aku dengan cepat menanggapi apa maunya, kuremas-remas dengan lembut payudaranya dan kupilin-pilin putingnya yang mulai mengeras. “Mmmmhhhh….mmmmmhhhhh” Kali ini dia merintih nikmat.

Aku usap-usap punggungnya, turun ke pinggangngya yang tidak tertutup oleh kaos T-shirtnya, aku lanjutkan mengusap dan meremas-remas pantatnya yang padat dan sexy, lalu kulanjutkan dengan menyelipkan jari tengahku ke belahan pantatnya, kugesek-gesek kearah dalam sehingga aku bisa menyentuh bibir vaginanya dari luar celana dalam yang dipakainya. Ternyata celana dalamnya sudah sangat basah. Sementara ciuman kami, berubah menjadi saling kulum lidah masing-masing bergantian, kadang-kadang tangannya menjambaki rambutku dengan gemas, tangannya yang lain melepas kancing baju sekolahku satu per satu.

Aku melepas pagutanku pada bibirnya dan membantunya melepas bajuku, kemudian kaos dalam ku, ikat pinggangku, aku perosotkan celana panjang abu-abuku dan celana dalam putihku sekaligus. Bu Netty pun melakukan hal yang sama, dengan sedikit terburu-buru melepas kaos T-shirtnya yang baru dia pakai beberapa saat yang lalu, dia perosotkan celana dalam putihnya, sehingga sekarang dia sudah telanjang bulat.


Tubuhnya yang putih mulus dan sexy sangat menggiurkan. Hampir bersamaan kami selesai menelanjangi tubuh kami masing-masing, ketika aku menegakkan tubuh kembali, kami berdua sama-sama terpaku sejenak. Aku terpaku melihat tubuh polosnya tanpa sehelai benangpun. Aku sudah sering melihat tubuh telanjang, tetapi secara langsung dan berhadap-hapan baru kali itu aku mengalaminya.

Payudaranya yang sudah mengeras tampak kencang, ukurannya melebihi telapak tanganku, sejak tadi aku berusaha meremas seluruh bulatan itu, tapi tidak pernah berhasil, karena ukurannya yang cukup besar. Perutnya rata tidak tampak ada bagian yang berlemak sedikitpun. Pinggangnya ramping dan membulat sangat sexy. Selangkangannya di tumbuhi bulu-bulu yang sengaja tidak dicukur, hanya tumbuh sedikit di atas kemaluannya yang mengkilap karena basah.

Tubuh telanjang yang pernah aku lihat paling-paling dari gambar-gambar porno, blue film atau paling nyata tubuh ABG tetanggaku yang aku intip kamarnya, sehingga tidak begitu jelas dan kulakukan cepat-cepat karena takut ketahuan. Kebiasaan mengintipku tidak berlangsung lama karena pada dasarnya aku tidak suka mengintip.

Sementara bu Netty memandang lekat kemaluanku yang sudah tegang dan mengeras, pangkalnya di tumbuhi bulu-bulu kasar, bahkan ada banyak bulu yang tumbuh di batang kemaluanku. Ukurannya cukup besar dan panjangnya belasan centi. “Bud, punyamu lumayan juga, besar dan panjang, ada bulunya lagi di batangnya” katanya sambil menghampiriku.

Jarak kami tidak begitu jauh sehingga dengan cepat dia sudah meraih kemaluanku, sambil berlutut dia meremas-remas batang kemaluanku sambil mengocok-ngocoknya lembut dan berikutnya kepala kemaluanku sudah dikulumnya. Tubuhku mengejang mendapat emutan seperti itu.

“Oooohhhh…. enak teh….” rintihku pelan. Dia semakin bersemangat dengan kuluman dan kocokan-kocokannya pada kemaluanku, sementara aku semakin blingsatan akibat perbuatannya itu. Kadang dimasukkannya kemaluanku sampai ke dalam tenggorokannya. Kepalanya dia maju mundurkan, sehingga kemaluanku keluar masuk dari mulutnya, sambil dihisap-hisap dengan rakus.

Aku semakin tidak tahan dan akhirnya…, jebol juga pertahananku. Spermaku menyemprot ke dalam mulutnya yang langsung dia sedot dan dia telan, sehingga tidak ada satu tetespun yang menetes ke lantai, memberiku sensasi yang luar biasa. Rasanya jauh lebih nikmat daripada waktu aku masturbasi.

“Aaaahhhh… ooooohhhhh…. teteeeeehhhhh!” Teriakku tak tertahankan lagi.
“Gimana? enak Bud?” Tanyanya setelah dia sedot tetesan terakhir dari kemaluanku.
“Enak banget teh, jauh lebih enak daripada ngocok sendiri” jawabku puas.
“Gantian dong teh, saya pengen ngerasain punya teteh” lanjutku sedikit memohon.
“Boleh…,” katanya sambil menuju tempat tidur, kemudian dia merebahkan dirinya di atas ranjang yang rendah, kakinya masih terjulur ke lantai. Aku langsung berlutut di depannya, kuciumi selangkangannya dengan bibirku, tanganku meraih kedua payudaranya, kuremas-remas lembut dan kupilin-pilin pelan puting payudaranya yang sudah mengeras.

Dia mulai mengeluarkan rintihan-rintihan perlahan. Sementara mulutku menghisap, memilin, menjilat vaginanya yang semakin lama semakin basah. Aku permainkan clitorisnya dengan lidahku dan ku emut-emut dengan bibirku.

“Aaaaaahhhhh… ooooohhhhhh, Buuuuddddhyyyyy…, aku sudah tidak tahan, aaaaauuuuuhhhhhh!” Rintihannya semakin lama semakin keras. Aku sedikit kuatir kalau ada tetangganya yang mendengar rintihan-rintihan nikmat tersebut.

Tetapi karena aku juga didera nafsu, sehingga akhirnya aku tidak terlalu memperdulikannya. Hingga satu saat aku merasakan tubuhnya mengejang, kemudian aku merasakan semburan cairan hangat di mulutku, aku hisap sebisaku semuanya, aku telan dan aku nikmati dengan rakus, tetes demi tetes.

Kakinya yang tadinya menjuntai ke lantai, kini kedua pahanya mengapit kepalaku dengan ketat, kedua tangannya menekan kepalaku supaya lebih lekat lagi menempel di selangkangannya, membuatku sulit bernafas. Tanganku yang sebelumnya bergerilya di kedua payudaranya kini meremas-remas dan mengusap-usap pahanya yang ada di atas pundakku.


“Bud, kamu hebat, bikin aku orgasme sampai kelojotan begini, belajar darimana?” Tanyanya. Aku tidak menjawab, hanya tersenyum. Aku memang banyak membaca tentang hubungan sexual, dari majalah, buku dan internet. Sementara itu kemaluanku sudah sejak tadi menegang lagi karena terangsang dengan rintihan-rintihan nikmatnya bu Netty. Akupun berdiri, memposisikan kemaluanku didepan mulut vaginanya yang masih berkedut dan tampak basah serta licin itu.

“Aku masukin ya teh?” Tanyaku, tanpa menunggu jawaban darinya, aku melumat bibirnya yang merekah menanti kedatangan bibirku.
“Oooohhhh…” rintihnya,

“Aaaahhhh…” kubalas dengan rintihan yang sama nikmatnya, ketika kemaluanku menembus masuk ke dalam vaginanya, hilanglah keperjakaanku. Kenikmatan tiada tara aku rasakan, ketika batang kemaluanku masuk seluruhnya, bergesekan dengan dinding vagina yang lembut, hingga ke pangkalnya. Bu Netty merintih semakin kencang ketika bulu kemaluanku yang tumbuh di batang kemaluanku menggesek bibir vagina dan clitorisnya, matanya setengah terpejam mulutnya menganga, nafasnya mulai tersenggal-senggal.

“Ahh-ahh-ahh auuuu!” Kutarik lagi kemaluanku perlahan, sampai kepalanya hampir keluar. Kumasukkan lagi perlahan, sementara rintihannya selalu di tambah teriakan kecil, setiap kali pangkal batang kemaluanku menghantam bibir vagina dan clitorisnya. Gerakanku semakin lama semakin cepat, bibirku bergantian antara melumat bibirnya, atau menghisap puting payudaranya kiri dan kanan. Teriakan-teriakannya semakin menggila, kepalanya dia tolehkan kekiri dan kekanan membuatku hanya bisa menghisap puting payudaranya saja, tidak bisa lagi melumat bibirnya yang sexy.

Sementara itu pinggulnya dia angkat setiap kali aku menghunjamkan kemaluanku ke dalam vaginanya yang kini sudah sangat basah, sampai akhirnya, “Buuudddhhyyyyyy…. aku mau keluar lagiiiiii… oooohhhhhh… aaahhhhh” teriakannya semakin kacau.

Aku memperhatikan dengan puas, saat dia mengejan seperti menahan sesuatu, vaginanya kembali banjir seperti saat dia orgasme di mulutku. Aku memang sengaja mengontrol diriku untuk tidak orgasme, hal ini aku pelajari dengan seksama, walaupun aku belum pernah melakukan ML sebelum itu. Bu Netty sendiri heran dengan kemampuan kontrol diriku.

Setelah dia melambung dengan orgasme-orgasmenya yang susul- menyusul, aku cabut kemaluanku yang masih perkasa dan keras. Aku memberinya waktu beberapa saat untuk mengatur nafasnya. Kemudian aku memintanya menungging, dia dengan senang hati melakukannya. Kembali kami tenggelam dalam permainan yang panas.

Sekali lagi aku membuatnya mendapatkan orgasme yang berkepanjangan seakan tiada habisnya, aku sendiri karena sudah cukup lelah, kupercepat gerakanku untuk mengejar ketinggalanku menuju puncak kenikmatan. Akhirnya menyemburlah spermaku, yang sejak tadi aku tahan, saking lemasnya dia dengan pasrah tengkurap diatas perutnya, aku menjatuhkan diriku berbaring di sebelahnya.

Sejak kejadian hari itu, aku sudah tidak lagi melakukan masturbasi, tapi kami ML setiap kali kami menginginkannya. Ketika aku tanya mengapa dia memilihku, dia menjawab, karena aku mirip dengan pacar pertamanya, yang membuatnya kehilangan mahkotanya, sewaktu masih SMA. Tapi bedanya, katanya lagi, aku lebih tahan lama saat bercinta (bukan GR lho).

Saat kutanya, apa tidak takut hamil?, dengan santai dia menjawab, bahwa dia sudah rutin disuntik setiap 3 bulan.

End By Premier188